Pariwisata bertanggung jawab bukan hanya tentang destinasi yang menarik dan pengalaman yang menyenangkan, tetapi juga bagaimana wisata itu dikelola dengan memperhatikan nilai-nilai etika, keberlanjutan, dan keterlibatan masyarakat lokal. Di Desa Wisata Tinalah, etika menjadi salah satu landasan dalam setiap pengambilan keputusan, baik dalam pengelolaan wisata, pelibatan masyarakat, maupun pelestarian lingkungan.
Desa Wisata Tinalah merupakan salah satu desa wisata yang terletak di Kawasan Pegunungan Menoreh, Kulon Progo, Yogyakarta, tepatnya di Desa Purwoharjo, Kecamatan Samigaluh. Dikelilingi oleh keindahan alam sungai, hutan, dan perbukitan yang asri, Dewi Tinalah menawarkan pengalaman wisata berbasis edukasi, alam, budaya, dan sejarah.
Keunikan desa ini terletak pada keterlibatan aktif masyarakat dalam mengelola wisata secara mandiri dan berkelanjutan, menjadikan Dewi Tinalah sebagai contoh nyata dari pariwisata berbasis komunitas (community-based tourism).
Di desa ini, wisatawan dapat mengikuti berbagai aktivitas seru dan bermakna seperti camping, outbound, jeep adventure, yoga alam, trekking, live in, hingga wisata edukatif seperti membuat kerajinan dari daun kelapa dan rock painting. Semua kegiatan dirancang untuk memberikan pengalaman autentik sekaligus memberdayakan masyarakat lokal secara ekonomi dan sosial.
Dengan komitmen kuat terhadap etika, konservasi, dan pemberdayaan, Desa Wisata Tinalah terus berkembang menjadi destinasi yang tidak hanya menarik untuk dikunjungi, tetapi juga menginspirasi untuk diteladani.
Berikut ini merupakan refleksi dari Desa Wisata Tinalah dalam menjawab isu-isu etika dalam pariwisata bertanggung jawab.
Secara umum, etika adalah prinsip moral yang menjadi panduan dalam bertindak dan membuat keputusan yang benar atau salah. Dalam konteks bisnis pariwisata, etika menjadi kompas utama untuk memastikan bahwa pengelolaan destinasi dilakukan dengan memperhatikan kepentingan bersama, menghormati hak-hak masyarakat lokal, menjaga kelestarian alam, serta memberikan manfaat ekonomi secara adil.
Di Desa Wisata Tinalah, etika bukan hanya teori. Ia menjadi fondasi dalam membangun hubungan antara pelaku wisata, wisatawan, dan masyarakat lokal. Kami meyakini bahwa keberhasilan sebuah desa wisata tidak hanya dilihat dari jumlah kunjungan, tetapi dari bagaimana wisata itu berkontribusi terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat tanpa merusak alam dan budaya lokal.
Desa Wisata Tinalah sejak awal berdiri berkomitmen untuk mengelola sumber daya secara berkelanjutan dan etis. Penggunaan air, lahan, dan sumber daya alam lainnya diatur melalui pendekatan partisipatif masyarakat dan berdasarkan prinsip konservasi.
Misalnya, dalam penyediaan makanan bagi wisatawan, kami lebih mengutamakan produk lokal dan musiman dari petani sekitar. Ini dilakukan untuk memberdayakan petani lokal dan meningkatkan ekonomi sirkular di dalam desa.
Dalam hal pengelolaan sampah, pengelola Dewi Tinalah menyampaikan edukasi kepada pelaku usaha dan pengunjung agar turut serta dalam menjaga kebersihan dan kelestarian alam.
Dengan pemasok luar desa, kami juga melakukan dialog dan seleksi yang ketat. Setiap mitra kerja sama harus memahami dan bersedia mengikuti kebijakan etika dan keberlanjutan yang ditetapkan oleh pengelola Desa Wisata Tinalah.
Pengelolaan desa wisata yang berbasis masyarakat (community-based tourism) membawa banyak manfaat, namun juga memiliki tantangan etika yang perlu diperhatikan, antara lain:
a. Keadilan dalam Pembagian Manfaat
Tidak semua anggota masyarakat memiliki akses atau kemampuan yang sama dalam memanfaatkan peluang pariwisata. Oleh karena itu, sistem pembagian kerja, hasil, dan peluang usaha di Desa Wisata Tinalah dirancang agar inklusif dan adil.
b. Eksploitasi Budaya Lokal
Ada risiko ketika budaya lokal hanya dijadikan "tontonan" demi kepuasan wisatawan. Kami menyadari pentingnya menjaga keaslian budaya dan tradisi. Oleh karena itu, kegiatan budaya dilakukan berdasarkan inisiatif dan kenyamanan masyarakat lokal, bukan semata tuntutan pasar.
c. Kerusakan Lingkungan
Pariwisata yang tidak terkendali dapat merusak lingkungan. Maka dari itu, pengunjung dibatasi sesuai kapasitas daya dukung lingkungan. Aktivitas seperti fun tubing, trekking, dan camping diawasi ketat dengan SOP yang mengedepankan aspek keselamatan dan konservasi.
d. Penyalahgunaan Informasi dan Hak Cipta
Konten budaya dan pengetahuan lokal yang dibagikan harus disertai dengan pengakuan hak kekayaan intelektual masyarakat. Desa Wisata Tinalah menerapkan kebijakan penggunaan foto, video, dan cerita rakyat agar tidak disalahgunakan pihak luar. Beberapa kali nama Desa Wisata Tinalah disalahgunakan pihak lain untuk menyaingi kondisi yang sudah eksis.
Strategi Menyampaikan Pesan Pariwisata yang Etis kepada Para Pemangku Kepentingan di Masyarakat Kita
Membangun kesadaran etis tidak cukup hanya dengan aturan tertulis. Di Desa Wisata Tinalah, pendekatan yang dilakukan meliputi:
a. Pendidikan dan Pelatihan Rutin
Pengelola Desa Wisata Tinalah mengadakan pelatihan bagi pelaku wisata dan masyarakat baik secara internal maupun kolaborasi dengan pemangku kepentingan tentang:
- Konsep pariwisata berkelanjutan.
- Etika pelayanan kepada wisatawan.
- Pentingnya pelestarian alam dan budaya.
b. Forum Musyawarah Desa
Melalui musyawarah warga, pengelola Dewi Tinalah menyampaikan isu-isu pariwisata dan mengajak masyarakat terlibat dalam proses pengambilan keputusan. Transparansi menjadi nilai penting agar tidak ada kesenjangan informasi.
c. Konten Edukasi dan Komunikasi Digital
Pengelola menggunakan media sosial, website, dan media cetak desa untuk menyampaikan pesan-pesan penting seputar:
- Etika wisata
- Larangan merusak lingkungan
- Pentingnya menghargai budaya lokal
Contohnya, dalam setiap paket wisata yang ditawarkan seperti Paket Jeep Adventure, Yoga Kelana Jiwa, dan Camping Alam, kami selalu menyertakan panduan etika untuk wisatawan, termasuk larangan membuang sampah sembarangan dan aturan berpakaian sopan di area publik.
d. Kolaborasi dengan Mitra dan Pemerintah
Pengelola Dewi Tinalah juga menggandeng pihak luar seperti akademisi, LSM, dan pemerintah daerah untuk menyusun panduan etika dan program pelatihan yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.
Etika sebagai Pondasi Pariwisata Berkelanjutan
Desa Wisata Tinalah percaya bahwa etika bukan hanya pelengkap, tetapi menjadi inti dari pengelolaan pariwisata yang bertanggung jawab. Melalui pelibatan masyarakat, pengelolaan sumber daya secara bijak, dan penyampaian pesan yang konsisten, kami berkomitmen untuk menghadirkan wisata yang tidak hanya menyenangkan, tetapi juga bermakna dan bermanfaat bagi semua pihak.
Etika dalam pariwisata bukan sekadar norma, tapi juga komitmen bersama untuk masa depan desa dan bumi yang lebih baik.